PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peristiwa kehamilan
adalah salah satu peristiwa penting oleh setiap manusia yang telah terikat
pernikahan. Tetapi adakalanya peristiwa itu mengalami permasalahan sehingga
menjadi tidak normal misalnya dalam keadaan abnormal itu dapat mengakibatkan
kelainan bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir.
Untuk
kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas
kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras.
Kelainan jaringan lunak meliputi cleft lip,
makroglosia,mikroglosia,ankyloglossia,dll dan yang termasuk kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum,
torus, agnasia, mikrognasia, makrognasia.
Peristiwa ketidaknormalan yang terjadi pada regio
kraniofasial diatas dapat digamabarkan dari sebuah skenario
sebagai berikut: “ Anak usia 1tahun
terdapat kelainan bawaan berupa celah pada bibir atas, cacat ini ditemukan
sejak lahir. Oleh karena kelainan tersebut anak mengalami kesulitan untuk makan
an minum karena sering tersedak, pada pemeriksaan juga terdapat celah palatum”
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan
embriologi kranifasial?
2.
Apa saja macam-macam kelainan kongenital?
a) Kelainan
kongenital jaringan lunak?
b) Kelainan
kongenital jaringan keras?
3.
Bagaimana cara pemeriksaan klinis dan
penunjang ?
4.
Bagaimana cara perawatan cleft lip dan
cleft palate ?
1.3
Tujuan
Pembelajaran
1. Mengetahui
perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial.
2.
Mengetahui apa saja macam-macam kelainan
kongenital.
a. Kelainan
kongenital jaringan lunak.
b. Kelainan
kongenital jaringan keras.
3.
Mengetahui cara pemeriksaan klinis dan
penunjang.
4.
Mengetahui cara perawatan cleft lip dan
cleft palate.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital
besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering
pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya.
2.2 Etiologi
Kelainan Kongenital
Beberapa faktor etiologi
yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a)
Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar
akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan
pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
b)
Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan
deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu
sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
c)
Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester
pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan
kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.
Beberapa infeksi pada trimester pertama
yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil
pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah
diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
e)
Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada
tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100
kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu
berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk
kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39
tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk
kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
f)
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan
kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau
ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
g)
Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan
dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang
cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada
gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.
h)
Faktor gizi
Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
i)
Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab
kelainan kongenitai tidak diketahui.
2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah
Palatum primer dan palatum sekunder
terbentuk berdasarkan perkembangan embriologi. Palatum primer atau premaksila
merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas secara
anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral kanan dan kiri, termasuk
bagian alveolar ridge gigi – gigi insisif maksila. Palatum sekunder terdiri
dari sisa – sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.
Menurul Alberry, perkembangan wajah
terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan lima buah penonjolan
atau swelling yang mengelilingi
stomodeum. Swelling ini disebut juga
‘facial processes’. Facial processes
tersebut merupakan akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel.
Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan
struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum
disebut frontonasal processes dimana
berkontribusi dalam perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah dal
lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular
processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir dan
di atas mandibular processes terdapat maxillary
processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada
sisi inferior frontonasal processes akan muncul nasal placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi
placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosesus.
Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang
merupakan primitive nostril.
Celah pada palatum primer dapat terjadi
karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara
maxillary processes dan median nasal processes sehingga proses penggabungan
antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder
diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain.
Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana
bagaimana bisa menyebabkan kegagalan proses penyatuan. Pada normal embrio,
epitel diantara median dan prosesus lateral nasal dipenetrasikan oleh mesenkim
dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka
epitel akan terpisah dan terbentuk celah.
2.4 Definisi
Celah Bibir Dan Langitan
Celah bibir dan langitan merupakan suatu
bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi
akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan
akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan
selubung ektoderma yang berkontak dengannya.
Celah bibir merupakan bentuk
abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses
penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat
pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu brupa
sedikit takikan (notching) pada
bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar
yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika palatum
tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai
ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke
bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan.
Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat
tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses
menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena tidak
adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat
berkembang ke daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45%
dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah
bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki –
laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan.
Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antar anak
laki- laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah
insiden celah langitan antara anak laki- laki dan perempuan sekitar 1:2.
Celah palatum bilateral yang tidak
diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi maksila ke anterior pada bagian
premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan anomali
ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih. Insiden
terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 dari 1000 kelahiran.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Dan Pertumbuhan
Embriologi Kranifasial
3.1.1 Embriogenesis
Embriogenesis terdiri atas tiga tahap berbeda
selama 280 hari pembuahan (10 hari pada siklus menstruasi 28 hari). Hari
pertama pasca-pembuahan, zygot berkembang dari satu sel menjadi 16 selyang
disebut morula. Sel ini sendiri tidak lebih besar daripada ovum semula.
Blastomer totipotensi awal ini dapat berkembang menjadi jaringan, tetapi
nantinya akan berdiferensiasi membentuk 100 sel blastosit yang terisi cairan,
sebagai hasil dari penyerapan cairan sel morula yang padat. Bagian luar sel
membentuk tropoblast dan massa sel dalam membentuk embrio. Selama periode ini,
hasil pembuahan berjalan
Sepanjang
saluran uterus, masuk ke uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin, pada
hari ketujuh pasca pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan
mengeluarkan vili. Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan
nutrisi dan pembuangan produk sisa fetomaternal.
3.1.2
Neurolasi
Cangkram benih embrionik primodial terdiri
dari dua lapisan benih primer ektodermal, yang membentuk dasar rongga amniotik
dan endodermal, yang membentuk atap kantung telur. Ini adalah garis batas awal
padahari ke-14, dari kutub anterior cakram yang mulanya oval; penebalan
endodermal, bidang prakordal muncul pada bakal midsephalik. Bidang prakordal
mendahului perkembangan daerah orofasial, mengeluarkan lapisan endodermal dari
membran orofaringeal; peranan membran ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam
hubungannya dengan perkembangan mulut. Lapisan benih primer ketiga, mesodermal,
muncul pada awal minggau ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan
diferensiasi pada daerah kaudal cakram embrionik. Tonjolan yang terbentutk di
cakram memiliki groove kraniokaudal, yang disebut garis primitif. Dari garis
primitif terbentuk jaringan yang berproliferasi dengan cepat serta disebut
mesensim, yang membentuk mesodermal intraembrionik, yang bergerak ke segala
arah antara ektodermal dan endodermal, kecuali pada daerah membran orofaringeal
di depan dan membrankloakal di belakang. Munculnya mesodermal akan mengubah
cakram bilaminar menjadi trilaminar. Sumbu garis tengah terlihat dengan
pembentukkan notokord dari proliferasi dan diferensiasi ujung kranial garis
primitif. Notokord berakhir di depan pada bidang prakordal pada bakal kelenjar
pituitari. Notokord berfungsi sebagai sumbu rangka embrio, dan merangsang
pembentukkan bidang neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal neural) dan
mesodermal lateral merangsang perkembangan epidermal (ektodermal kutaneus).
Ketiga lapisan benih primer berfungsi atas dasar diferensiasi jaringan dan
organ serta berasal dari masing-masing lapisan.
Perkembangan ektodermal menjadi bagian
kutaneus dan saraf dimulai pada hari
ke-20, dengan terbukanya lipatan ektodermal bidang saraf sepanjang garis
tengah, membentuk lipatan neural; membentuk groove neural. Pada hari ke-22,
lipatan neural bergabung pada daerah somit ketiga sampai kelima, daerah bakal
osipital. Penutupan awal meluas ke sephalik dan kaudal, membentuk neural tube,
yang terbenam di bawah lapisan superfisial dari ektodermal kutaneus.
Jaringan ektomesensimal ini disebut neural
crest dari daerah asalnya, keluar dari crest lipatan neural dimana pengaruh
netralisasi dan epidermisasi terjadi. Sel-sel neural crest membentuk jaringan
terpisah yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer, pluripotensial.
Ektomesensim neural crest memiiliki daya pergerakkan yang besar, mengikuti
bidang pencungkilan alami antara mesodermal, ektodermal dan endodermal, serta
mengarah intramesodermal. Populasi ini tergeser baik melalui translokasi aktif
yang berasal dari pergeseran jaringan atau perpindahan sel aktif. Translokasi
sel neural crest pada saat mencapai titik akhir yang sudah ditentukan,
mengalami sitodeferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang sebagian di antaranya
membelah ketika bergerak, membentuk populasi yang lebih besar pada titik akhir
daripada awal. Sel-sel ini membentuk sumber utama dari komponen jaringan ikat,
termasuk tulang rawan, tulang, dan ligamen daerah wajah dan mulut, serta ikut
berperan membentuk daerah otot dan arteri.
Notochord
neural
plate
neural
groove
neural
tube
Pada
saat terbentuknya neural tube terjadi pembentikan krista yang dikenaldengan neural crest. Setelah neural
crest terbentuk, neural crest meninggalkan neuroektoderm ketempat-tempat
tertentu. Setelah sampi ke tempat-tempat yang dituju neural crest berdiiferensiasi
menjadi sel otak,, pigmen, sel schwan, medula adrenal, dan mesensim. Setelah
itu mesenchim akan berdiferensiasi menjadi jaringan ikat sejati, jaringan
tulang dan jaringan gigi(Embriologi kraniofasial,1991:17-29).
3.1.3 Pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial:
3.1.3.1 Pembentukan kalvaria
Mesensim yang membentuk vault neokranium,
mula-mula tersusun sebagai membran kapsular
disekitar otak yang sedang terbentuk. Membran ini terdiri dari dua lapisan
yakni lapisan dalam (endomenik) yang merupakan tempat asal neural crest dan
lapisan luar (ektomenik) yang merupakan tempat asal mesodermal. Dari lapisan
dalam (endomenik) tersebut terbentuk dua lapisan yang menutupi otak yang
disebut dengan piameter dan arahnoid. Untuk lapisan luar (ektomenik) terjadi
deferensiasi yang lalu menjadi bagian dalam durameter yang juga menutupi otak.
Pada bagian ektomenik ini terjadi peristiwa
osteogenesis. Osteogenesis ektomenik terjadi berupa pembentukan tulang
intramembranosis diatas daerah otak yang nantinya membentuk vault tengkorak
atau yang disebut calvaria. Selain itu, lapisan luar ini juga membentuk dasar
kondrifikasi otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi endokondral. Osifikasi
tulang calvaria intramembranosis tergantung akan adanya otak. Ada berbagai
pusat osifikasi primer dan sekunder yang terbentuk dari lapisan luar untuk
membuat tulang individual. Lapisan luar (ektomenik) yang berasal dari
mesodermal akan membentuk sebagian besar tulang frontal, parietal, sphenoid,
petrosal temporal dan occipital.
Pertumbuhan dari tulang calvaria ini
sebenarnya merupakan kombinasi dari peristiwa pertumbuhan suture, aposisi permukaan
dan resorpsi, serta pergeseran kearah luar karena perluasan otak. Pertumbuhan
suture merupakan peristiwa dominant dalam perkembangan tulang calvaria sampai
tahun kehidupan ke 4. Dilanjutkan dengan aposisi permukaan yang mengikuti
menjadi semakin dominan. Untuk peristiwa remodeling dari peristiwa pertumbuhan
tulang calvaria mampu membuat bagian tulang yang melengkung menjadi datar sebagai
tempat daerah permukaan otak yang makin besar karena bertumbuh. Datarnya lengkung
dari tulang calvaria tersebut diperoleh dengan kombinasi erosi endokondral dan deposisi
ektokranial.
3.1.3.2 Pembentukan Suture
Suture adalah salah satu variasi dari sendi
tulang yang tidak bergerak (sinartrosis),yang terbatas pada tengkorak. Letaknya
ditentukan secara genetic, tetapi pengaruh lingkungan juga menentukan
bentuknya. Suture berperan penting pada pertumbuhan tengkorak. Walaupun suture
membentuk ikatan yang kuat antar tulang-tulang yang berdekatan, suture juga
memungkinkan adanya sedikit pergerakan dan karena itu, dapat menyerap stress
mekanis. Tulang tengkorak intramembranosis dipisahkan oleh daerah-daerah jaringan
ikat, ligament sutural atau membrane, yang terbentuk dari beberapa lapisan.
Ligament sutural merupakan bagian dari
membrane awal tempat osifikasinya tulang-tulang. Tulang kalvaria terbentuk
dalam ektomik dan suturenya terbentuk dari serat-serat sejajar yang berhubungan
dengan perikranium dan duramater. Sebaliknya tulang wajah berosifikasi dalam
mesensim yang relative tidak bersrtuktur dan serat-seratnya membentuk sudut
tangen terhadap tulang, tanpa adanya serat yang menghubungkan tulang-tulang
yang berdekatan, sampai ke dekat pertemuan sutural. Tulang rawan sekunder
terbentuk dari beberapa suture, terutama pada suture sagital dan midpalatal.
Suture
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Suture serrate – tepi tulang seperti
gergaji atau bergerigi. Contohnya, suture sagital dan koronal, yang bersama
dengan tulang parietal artikulasi dan frontal yang berbentuk cembung,
memungkinkan kranium menahan benturan yang cukup kuat.
2.
Suture dentikulat – tonjolan tulang
artikulasi yang kecil dan seperti gigi, yang melebar ke arah ujung bebasnya. Penggabungan
ini menghasilkan kunci yang lebih kuat daripada suture serrate. Contohnya
adalah suture lambdoid.
3.
Suture squamous atau bevel – salah satu
tulang menumpuk pada tulang yang lain, seperti pada suture squamous antra
tulang parietal dan temporal. Tulang artikulasi tampak memiliki bevel
resiprokal, satu di dalam, satu di luar. Permukaan bevel dapat bergerigi atau berlekuk-lekuk.
4.
Suture bidang atau tumpul – permukaan
tulang berujung datar biasanya diperkasar dan tidak teratur. Contohnya adalah
suture midpalatal.
Tipe
penghunbung fibrosa yang lain pada tengkorak umumnya lebih khusus dan tidak diklasifikasikan
sebagai suture.
1.
Schindylesis – tipe artikulasi “tongue
in groove’, dimana bidang tulang yang tipis masuk ke celah tulang yang lain.
Contohnya adalah artikulasi bidang tulang etmoid yang tegak dengan vomer.
2.
Gomphosis – tipe artikulasi pig in
hole, dimana prosesus konikal dari salah satu tulang masuk melalui bagian
tulang lain seperti soket. Contohnya adalah artikulasi prosesus stiloid
(prefusi) dengan tulang petrosal temporal. Melalui pemanjangan, perlekatan
gigi-gigi dengan alveolus rahang atas dan bawah, juga disebut gomphosis. Suture
koronal dan sagital, melalui interdigitasi dari proyeksi tulang frontal dan
parietal, membentuk beberapa struktur sendi gomphosis untuk menahan tekanan
mekanis yang mengenainya.
3.1.3.3 Pembentukan dasar cranial
Daerah sentral dasar cranial terdiri dari
bagian prekordral dan kordal yang saling bertemu pada sudut di fosa hipofisial.
Sudut bawah, terbentuk dari garis nasion ke sela, kebasion pada bidang sagital.
Yang mulanya sangat tumpul, kira-kira 150 derajat pada embrio berumur 4 minggu
(tahap prekartilage). Membengkok menjadi 130 derajat, pada embrio 7-8 minggu. Akan
menjadi lebih runcing pada umur 10 minggu (tahap pra ossifikasi), seluruh bagian
kepala naik karena perluasan leher, mengangkat wajah dari otak. Antara 10-12 minggu
dasar kranial membentuk sudut yang melebar, antara 125 -130derajat dan mempertahankan
angulasi ini postnatal. Pendataran kranial mungkin karena pertumbuhan otak yang
cepat selama fetus(Embriologi kraniofasial,1991:101).
Antara
minggu 10-40, bagian depan dasar cranial bertambah besar dan lebar tujuh kali lipat,
sedangkan bagian belakang tumbuh lima kali lipat. Pertumbuhan batang otak dan
tubuh tulang spenoid serta basisosipital, lambat, menghasilkan dasar yang
stabil.
3.1.3.4 Pembentukan rangka wajah
Rangka dan jaringan ikat pada muka
(kecuali kulit dan otak) berasal dari neural crest di kranial Sel ini memberi
pola pertumbuhan dan perkembangan pada muka. Pertumbuhan fasial mulai sejak
penuupan neuropore minggu ke 4 masa kehamilan migrasi, adhesi, proliferasi
sel-sel neural crest.
Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu :1
1.
Sentra prosensefalik
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan
perkembangan lobus frontal otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah
bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofronto-nasal).1
2.
Rombensefalik
Membentuk
bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah (regio
latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap)
akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.1
3.
Diasefalik
Diacephalic
borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah
filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari
diacephalic borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah
regio spino-kaudal dan leher.
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra
pertumbuhan :
a. sentra prosensefalik
b. sentradiasefalik
c. sentra rombensefalik1
Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan
maupun rangkaian proses kompleks sel-sel neural crest menyebabkan malformasi
berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi, normoplasi dan hiperplasi
dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung pada minggu ke 4 –
12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary palate
membentuk premaksila
(sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri
dari inisialisasi, proliferasi neural crest dan pertumbuhan mesenkim membentuk
prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard palate dan 10% soft palate)
dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu ke-6), yang
kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7).1
3.1.3.5 pembentukan palatum
Palatine shelves mulanya berkembang ke
arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan dengan pertumbuhan mandibula, palatine
shelves terproyeksi pada bidang horizontal; mengalami fusi di medial dengan
septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk palatum bagian anterior
sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median memungkinkan
proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah, membentuk
palatum secara utuh.
Secara ringkas, rangkaian proses
pembentukan secondary palate terdiri dari pertumbuhan sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi
palatine shelves, proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial
breakdown (programmed cell death) dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim
di garis
median. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian
proses sebagaimana berikut. Sisi lateral bibir atas, dibentuk oleh prominensi
maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk oleh fusi premaksila
dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami kontak
membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian
proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada
bibir (jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila
dan orbita (rangka tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing
bibir dan langitan, merupakan suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang
paling ringan dari facial cleft, yang mencerminkan gangguan pertumbuhan pada
sentra prosensefalik rombensefalik dan diasefalik.
3.2 Macam-Macam Kelainan Kongenital
A) Kelainan Kongenital Jaringan Lunak
1.
Makroglosia
Pembesaran
lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi
otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan
terbentuk pada tepi lateral lidah, seperti kerang.
Makroglosia
dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat
kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan
kelainan yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena
kehilangan gigi geligi rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah
dapat pula disebabkan oleh tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada
kretinisme dan akromegali).
2.
Mikroglosia
Mikroglosia
adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan
pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter.
Pada
hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada
saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah
menjadi atrofi dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat
pada lidah, juga menimbulkan kerusakan ditempat lain.
3.
Ankiloglosia (tongue tie)
4.
Sumbing Lidah (cleft tongue)
Sumbing
lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.
5.
Tiroid Lingual
Tiroid
lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen
caecum yang mengandung jaringan tiroid.
Patogenesis:
kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5,
intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os
hyoideum dan os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual.
Secara normal, perjalanan penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya
menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan
terbentuk kista (kista tiroglosus).
6.
Kista Tiroglosus
Mikroskopis:
dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel
kelenjar tiroid yang mengandung koloid.
Kista
ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya
kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke
samping. Pada gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung
sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi terdiri atas folikel jaringan limfoid yang
padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis sebagai lapisan dalam dinding
kista.
7.
Median Romboid Glositis
Median
romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan
embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan
tidak menutup bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak
sebagai suatu daerah berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena
radang dengan permukaan licin karena tidak berpapil.
Mikroskopis: ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan
dibawahnya dan sebukan sel radang akut sehingga secara histologis merupakan
radang. Secara patogenetik, kelainan ini termasuk golongan cacat kongenital.
8.
Lidah Geografik
Biasanya
terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak
daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis
dikelilingi daerah sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak
teratur dan berwarna putih kekuningan. Papila fungiformis tetap ada. Gambaran
dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis migratoris jinak. Lesi umumnya
tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama ketika memakan
makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata migrans
pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal.
Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak
perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil.
9.
Hairy Tongue
Tampak
bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut
karena hipertrofi papila filiformis.
B) Kelainan
Kongenital Jaringan Keras
1.
Torus
Torus merupakan pembengkakan pada rahang
yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh
pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di
beberapa tempat dari tulang rahang.
Pada garis tengah palatum keras, tampak
sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel didaerah sutura palatal bagian
tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular atau lobular
dan dinamakan torus palatinus.
Mandibula umumnya merupakan massa putih
bilateral di bagian lingual akar gigi premolar dan dinamakan torus
mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral
atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus
sampai molar pertama.
Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa
meskipun kadang-kadang pada anak-anak sudah jelas. Pasien umumnya tek
menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam
hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan
usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1
Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik
atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak begitu kuat karena frekuensi
kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-laki Eskimo meskipun
fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita Eskimo sering
mengunyah sejenis tumbuhan.
Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang
yang padat dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa dan
kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat
pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar maksila atau mandibula
dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini tidak membutuhkan
perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan
pengambilan secara bedah.
2. Agnasia
Kesalahan
pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga
luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga
telinga bertemu di garis tengah.
Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa
terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi
ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia
(mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan
dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering juga
disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.
3. Mikrognasia
Istilah mikrognasia
umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula dipakai untuk
menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif
atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka
seperti burung.
Keadaan ini dapat
bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula
terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis
rematoid juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan
pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan
atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat
pertumbuhan kepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah
kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang
yang unilateral.
Mikrognasia rahang atas
ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom akrosefalosindaktilia yang
karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan kaki dan pada
sindrom down.
4.
Makrognasia
Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang
bawah, hal ini dapat menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu
menonjol.
Keadaan ini dapat
bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta
dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai
tumor kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada
tempat tertentu, misalnya jari dan tulang mandibula.
Beberapa kelainan
menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan sindrom seperti
sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia rahang bawah
yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti
deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher
Collins.
Ada beberapa sindrom
perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas sebagai bagian suatu
sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down merupakan
penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang
atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan
kraniofasial sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang
atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.
5. cleft
lip dan cleft palate
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
• Cleft lip
tanpa disertai cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate
Gambar 1. Gambar
Macam-macam Cleft lip
Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan
langit-langit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral)
atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk
saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella, thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).
Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella, thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).
TANDA DAN GEJALA
CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara
Gejalanya
berupa:
a.
pemisahan bibir
b.
pemisahan
langit-langit
c.
pemisahan bibir dan langit-langit
d.
distorsi hidung
e.
infeksi telinga berulang
f.
berat badan tidak bertambah
g.
regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar
dari lubang hidung)
Gambaran
Klinis
Gambaran klinis celah bibir menurut
Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari
pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar
hidung.
Klas
I : takik unilateral pada tepi merah
bibir dan meluas sampai bibir.
Klas
II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai
dasar hidung.
Klas
III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar
hidung.
Klas
IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna
atau merupakan sumbing yang sempurna.
Gambaran
Klinis Celah Palatum
Menurut
sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
Kelas
I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
Kelas
II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum
sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
Kelas
III: Sumbing pada palatum sekunder dapat
komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan
keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi
palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum.
Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum
di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.
Kelas
IV : Sumbing bilateral komplet meliputi
palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila,
meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.
3.3
Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan
abnormalitas gigi, lengkung rahang, palatum lunak, palatum keras, dan lidah.
a) Gigi
hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan
b) Lengkung
alveolar sempit atau tidak
c) Adanya
fistula pada palatum lunak atau keras
d) Malposisi
memperberat keadaan si pasien sehingga menghasilkan bunyi berdesis seperti “s”
dan “z”.
Pemeriksaan
penunjang
1. Cephaloroentgenograhps
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal.
Digunakan untuk mempelajari pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat
bentuk atas dan bawah rongga mulut, termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk
bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi ruang pernapasan dan membantu
menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta panjang palatum lunak.
2. Multiview
vidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari
depan, samping, dan bagian bawah pada video tape). Ketiga hasil gambarnya
digunakan untuk mengevaluasi fungsi velofaringeal. Contoh: bicara, mengisap,
dan mengunyah.
3.4 Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft
Palate
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah
langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli
Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya
otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist
untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih
tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.
1.
Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah
pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan
tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan,
obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih
dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:
a.
Intake makanan
Intake
makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat
mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior
dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui
alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik
susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak
terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.
Untuk
membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang Nasogastric
tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk
memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
Pemasangan Obturator yang terbuat dari
bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 1-2 minggu, semacam gigi tiruan tapi
lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi.
Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi
beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti
Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan
obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan
penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap
beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg
pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd sumber
infeksi… jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan
berbagai pertimbangan tsb jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung
situasi dan kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu dan off course
menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali
untuk membantu agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yg tidak perlu di
beri tali,
Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini
bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya
lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di
langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi
yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu dapat
mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung.
Cara menyusui nya untuk menghindari
tersedak, dengan posisi sebagai berikut.
Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di
sarankan untuk memakai dot, disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal
ini diperlukan untuk memberi waktu penyembuhan luka jaringan post operasi
b.
Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama
jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah
(undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang,
sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre
Robin Sindrom).
c.
Gangguan telinga tengah
Otitis
media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering
terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren
sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang
menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang
serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada
anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum.
Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah
sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.
2.
Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis
bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18
bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal
karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan
luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat
berfungsi dengan baik.
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan
untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:
i)
Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh
von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai
saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada
palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar
flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup
celah palatum.
ii)
Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap
unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya
disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan
flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah
panjang palatum yang diperbaiki.
iii)
Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk
memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.
iv)
Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek
pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan
di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.
v)
Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer
(1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di
posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian
diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.
Speech terapi mulai diperlukan setelah
operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan
miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih
dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang
salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara
sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal
escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli
ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar
bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone
graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera
setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu
dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah
mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair
dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada
orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien
harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan,
tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan
menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan
post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.
BAB
1V
KESIMPULAN
Kelainan tumbuh kembang
dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan eksternal dan internal tubuh manusia,
mulai dari yang sederhana (misal, cacat pada mukosa mulut seperti median
romboit glositis) sampai yang komplek (misal, sumbing palatum dan sindrom
Treacher Collins). Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor
ekstrnsik, misalnya lingkungan dan faktor instrinsik, yaitu gen. Cacat lahir
daat berasal dari perubahan lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan
toksik, hipoksia yang menyebabkan terjadi palsi cerebral, dan cacat mental.
Sumbing bibir dan
palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan menurunnya
fungsi bicara, pengunyahan, dan penenlanan yang sangat berat. Sering kali
terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi
kongenital seperti ketidak mampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi
pendengaran. Berbeda dengan celah bibir, celah alatum atau palatoschisis
merupakan suatu kelainan yang sering terjadi bersamaan dengan celah bibir dan
alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi
gangguan pada proses penelanan, bicara, dan mudah terjadi infeksi saluran
pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung.
Infeksi ini juga dapat berkembang ke telinga.
Faktor
yang mempengaruhi kelainan congenital skeletal dentomaksilo facial :
A.
Faktor lingkungan
1.
Agen-agen infektif
a.
Virus rubella/campak jerman
Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada
mata, telinga, bagian dalam, jantung dan gigi
b.
Syphilis
c.
Herpes simplex virus
2.
Radiasi
Efek teratogenik radiasi pengion
telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu dan diketahui benar bahwa
mikrosefali, cacat tengkorak, celah palatum terjadi karena pengobatan wanita
hamil dengan sinar X atau radium dosis tinggi.
Sifat kelainannya tergantung pada dosis radiasi dan tingkat perkembangan
janin pada saat diberi penyinaran.
3.
Zat-zat kimia
Obat-obatan
yang dikonsumsi selama masa kehamilan diketahui bersifat teratogenik. Contohnya,
obat anti konvulsan (Ibuprofen dan diasepam) yang bisa mengakibatkan celah
palatum, obat analgesic yang mengakibatkan celah bibir.
4.
Hormon
Contohnya,
hormone hidrokortison yang diekskresi secara berlebih menyebabkan celah bibir
5.
Penyakit ibu
Gangguan
metabolisme karbohidrat pada ibu yang menderita diabetes menyebabkan insiden
lahir kematian tinggi. Janin yang
terlalu besar dan malforasi konginetal.
6.
Defisiensi nutrisi
Khususnya
kekurangan vitamin telah terbukti bersifat terratogenik.
7.
Hipoksia
B.
Faktor kromosom dan genetik
Kelainan kromosom bisa merupakan
kelainan jumlah atau kelainan susunan dan merupakan penyebab penting malformasi
kongenital. Salah satu kelainan kromosom
adalah trisomi21 atau syndrome down. Syndrome down biasanya disebabkan oleh
adanya satu kopi ekstra kromsom21 atau trisomi21. Secara klinis, ciri-ciri anak
penderita syndrome down antara lain kelainan kranio facial, keterbelakangan
pertumbuhan, wajah mendatar dan telinga kecil. Pada 95% kasus, syndrome ini
disebabkan oleh trisomi21 karena meiosis non disjunction dan pada 75%
diantaranya, nondisjunction terjadi pada saat pembentukan oosit .
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis celah
bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat
bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai
sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I :
takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik
pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing
unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing
bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing
yang sempurna.
Gambaran Klinis Celah Palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum
dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
-
Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
-
Kelas II :
Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder
tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
-
Kelas III : Sumbing pada
palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet
meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing
yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak
meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas
dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris
unilateral yang juga termasuk kelas III.
-
Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum
lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan
daerah itu bebas dan sering kali bergerak.
-
Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat
oleh tim dokter khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter
spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran),
dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis
orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi
lahir. Waktu yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung
dari keadaan kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di
bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki
berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah pada
langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan.
Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total.
-
Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain
mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta
fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya
dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki kesulitan dalam
berbicara, anak dapat menjalani terapi bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter
gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan
dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan
agar tidak timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut.
DAFTAR
PUSTAKA
Speber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Hipokrates:Jakarta
Sudiono, Jantih.2008.Gangguan
Tumbuh Kembang.EGC:Jakarta
www.klinikindonesia.com : Klinik Kesehatan,
Kedokteran, Bisnis & Religius Online
apa maksud dari Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan merupakan penyebab penting malformasi kongenital ini ya?
BalasHapusBelajar Bisnis Online
Lucky Club: Online Casino Site Reviewed and Rated
BalasHapusLucky luckyclub.live Club: Online Casino Site Reviewed and Rated. Rating: 8.7/10 · Review by LuckyClub.live · £/€10.00